Prinsip Gizi Seimbang

Buka Info


 
A.     Empat Pilar Gizi Seimbang
Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 1955 merupakan realisasi dari rekomendasi Konferensi Pangan Sedunia di Roma tahun 1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan mengimplementasikan pedoman tersebut diyakini bahwa masalah gizi beban ganda dapat teratasi. Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur. Empat Pilar tersebut adalah:
1. Mengonsumsi makanan beragam.
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan. Contoh: nasi merupakan sumber utama kalori,  tetapi miskin vitamin dan mineral; sayuran dan buah-buahan pada umumnya
kaya akan vitamin, mineral dan serat, tetapi miskin kalori dan protein; ikan merupakan sumber utama protein tetapi sedikit kalori. Khusus untuk bayi berusia 0-6 bulan, ASI merupakan makanan tunggal yang sempurna. Hal ini disebabkan karena ASI dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan dan fungsi lainnya dalam tubuh.
Apakah mengonsumsi makanan beragam tanpa memperhatikan jumlah dan proporsinya sudah benar? Tidak.
Yang dimaksudkan beranekaragam dalam prinsip ini selain keanekaragaman jenis pangan juga termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan dilakukan secara teratur. Anjuran pola makan dalam beberapa dekade terakhir telah memperhitungkan proporsi setiap kelompok pangan sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya. Contohnya, saat ini dianjurkan mengonsumsi lebih banyak sayuran dan buah-buahan dibandingkan dengan anjuran sebelumnya. Demikian pula jumlah makanan yang mengandung gula, garam dan lemak yang dapat meningkatkan resiko beberapa PTM, dianjurkan untuk dikurangi. Akhir-akhir ini minum air dalam jumlah yang cukup telah dimasukkan dalam komponen gizi seimbang oleh karena pentingnya air dalam proses metabolisme dan dalam pencegahan dehidrasi.
2. Membiasakan perilaku hidup bersih
Perilaku hidup bersih sangat terkait dengan prinsip Gizi Seimbang :
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi status gizi seseorang secara langsung, terutama anak-anak. Seseorang yang menderita penyakit infeksi akan mengalami penurunan nafsu makan sehingga jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke tubuh berkurang. Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh membutuhkan zat gizi yang lebih
banyak untuk memenuhi peningkatan metab olisme pada orang yang menderita infeksi terutama apabila disertai panas. Pada orang yang menderita penyakit diare, berarti mengalami kehilangan zat gizi dan cairan secara langsung akan memperburuk kondisinya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang menderita kurang gizi akan mempunyai risiko terkena penyakit infeksi karena pada keadaan kurang gizi daya tahan tubuh seseorang menurun, sehingga kuman penyakit lebih mudah masuk dan berkembang. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kurang gizi dan penyakit infeksi adalah hubungan timbal balik.  Dengan membiasakan perilaku hidup bersih akan menghindarkan seseorang dari keterpaparan terhadap sumber infeksi. Contoh: 1) selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir sebelum makan, sebelum memberikan ASI, sebelum menyiapkan makanan dan minuman, dan setelah buang air besar dan kecil, akan menghindarkan terkontaminasinya tangan dan makanan dari kuman penyakit antara lain kuman penyakit typus dan disentri; 2) menutup makanan yang disajikan akan menghindarkan makanan dihinggapi lalat dan binatang lainnya serta debu yang membawa berbagai kuman penyakit; 3) selalu menutup mulut dan hidung bila bersin, agar tidak menyebarkan kuman penyakit; dan 4) selalu menggunakan alas kaki agar terhindar dari penyakit kecacingan.
3. Melakukan aktivitas fisik.
Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga merupakan salahsatu upaya untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan zat gizi utamanyasumber energi dalam tubuh. Aktivitas fisik memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga memperlancar sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme zat gizi. Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan zat gizi yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh.
4. Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) normal
Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya Berat Badan yang normal, yaitu Berat Badan yang sesuai untuk Tinggi Badannya. Indikator tersebut dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan BB normal merupakan hal yang harus menjadi bagian dari ‘Pola Hidup’ dengan ‘Gizi Seimbang’, sehingga dapat mencegah penyimpangan BB dari BB normal, dan apabila terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan
langkah-langkah pencegahan dan penanganannya. Bagi bayi dan balita indikator yang digunakan adalah perkembangan berat badan sesuai dengan pertambahan umur. Pemantauannya dilakukan dengan menggunakan KMS.
B. Gizi Seimbang untuk Berbagai Kelompok
1. Gizi Seimbang untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
Gizi Seimbang untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui mengindikasikan bahwa konsumsi makanan ibu hamil dan ibu menyusui harus memenuhi kebutuhan untuk dirinya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan janin/bayinya. Oleh karena itu ibu hamil dan ibu menyusui membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan dengan keadaan tidak hamil atau tidak menyusui, tetapi konsumsi pangannya tetap beranekaragam dan seimbang
dalam jumlah dan proporsinya. Janin tumbuh dengan mengambil zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh ibunya dan dari simpanan zat gizi yang berada di dalam tubuh ibunya. Selama hamil atau menyusui seorang ibu harus menambah jumlah dan jenis makanan yang dimakan untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan bayi dan kebutuhan ibu yang sedang mengandung bayinya serta untuk memproduksi ASI. Bila makanan ibu sehari-hari tidak cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan, maka janin atau bayi akan mengambil persediaan yang ada didalam tubuh ibunya, seperti sel lemak ibu sebagai sumber kalori; zat
besi dari simpanan di dalam tubuh ibu sebagai sumber zat besi janin/bayi. Demikian juga beberapa zat gizi tertentu tidak disimpan di dalam tubuh seperti vitamin C dan vitamin B yang banyak terdapat di dalam sayuran dan buahbuahan. Sehubungan dengan hal itu, ibu harus mempunyai status gizi yang baik sebelum hamil dan mengonsumsi makanan yang beranekaragam baik proporsi maupun jumlahnya. Kenyataannya di Indonesia masih banyak ibu-ibu yang saat hamil mempunyai status gizi kurang, misalnya kurus dan menderita Anemia. Hal ini dapat disebabkan karena asupan makanannyaselama kehamilan tidak mencukupi untuk kebutuhan dirinya sendiri dan bayinya. Selain itu kondisi ini dapat diperburuk oleh beban kerja ibu hamil yang biasanya sama atau lebih berat dibandingakan dengan saat sebelum hamil. Akibatnya, bayi tidak mendapatkan zat gizi yang dibutuhkan, sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya. Demikian pula dengan konsumsi pangan ibu menyusui harus bergizi seimbang agar memenuhi kebutuhan zat gizi bayi maupun untuk mengganti zat gizi ibu yang dikeluarkan melalui ASI. Tidak semua zat gizi yang diperlukan bayi dapat dipenuhi dari simpanan zat gizi ibu, seperti vitamin C dan vitamin B, oleh karena itu harus didapat dari konsumsi pangan ibu setiap hari.
2. Gizi Seimbang untuk Bayi 0-6 bulan
Gizi seimbang untuk bayi 0-6 bulan cukup hanya dari ASI. ASI merupakan makanan yang terbaik untuk bayi oleh karena dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan bayi sampai usia 6 bulan, sesuai dengan perkembangan sistem pencernaannya, murah dan bersih. Oleh karena itu setiap bayi harus memperoleh ASI Eksklusif yang berarti sampai usia 6 bulan
hanya diberi ASI saja.
3. Gizi Seimbang untuk Anak 6-24 bulan
Pada anak usia 6-24 bulan, kebutuhan terhadap berbagai zat gizi semakin meningkat dan tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari ASI saja. Pada usia ini anak berada pada periode pertumbuhan dan perkembangan cepat, mulai terpapar terhadap infeksi dan secara fisik mulai aktif, sehingga kebutuhan terhadap zat gizi harus terpenuhi dengan memperhitungkan aktivitas bayi/anak dan keadaan infeksi. Agar mencapai gizi seimbang maka perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI atau MP-ASI, sementara ASI tetap diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Pada usia 6 bulan, bayi mulai diperkenalkan kepada makanan lain, mula-mula dalam bentuk lumat, makanan lembik dan selanjutnya beralih ke makanan keluarga saat bayi berusia 1 tahun. Ibu sebaiknya memahami bahwa pola pemberian makanan secara seimbang pada usia dini akan berpengaruh terhadap selera makan anak selanjutnya, sehingga pengenalan kepada makanan yang beranekaragam pada periode ini menjadi sangat penting. Secara bertahap, variasi makanan untuk bayi usia 6-24bulan semakin ditingkatkan, bayi mulai diberikan sayuran dan buah-buahan, lauk pauk sumber protein hewani dan nabati, serta makanan pokok sebagai sumber kalori. Demikian pula jumlahnya ditambahkan secara bertahap dalam jumlah yang tidak berlebihan dan dalam proporsi yang juga seimbang.
4. Gizi Seimbang untuk Anak usia 2-5 tahun
Kebutuhan zat gizi anak pada usia 2-5 tahun meningkat karena masih berada pada masa pertumbuhan cepat dan aktivitasnya tinggi. Demikian juga anak sudah mempunyai pilihan terhadap makanan yang disukai termasuk makanan jajanan. Oleh karena itu jumlah dan variasi makanan harus mendapatkan perhatian secara khusus dari ibu atau pengasuh anak, terutama dalam “memenangkan” pilihan anak agar memilih makanan yang bergizi seimbang. Disamping itu anak pada usia ini sering keluar rumah sehingga mudah terkena penyakit infeksi dan kecacingan, sehingga perilaku hidup bersih perlu dibiasakan untuk mencegahnya.
5. Gizi Seimbang untuk Anak 6-9 tahun
Anak pada kelompok usia ini merupakan anak yang sudah memasuki masa sekolah dan banyak bermain diluar, sehingga pengaruh kawan, tawaran makanan jajanan, aktivitas yang tinggi dan keterpaparan terhadap sumber penyakit infeksi menjadi tinggi. Sebagian anak usia 6-9 tahun sudah mulai  memasuki masa pertumbuhan cepat pra-pubertas, sehingga kebutuhan terhadap zat gizi mulai meningkat secara bermakna. Oleh karenanya, pemberian makanan dengan gizi seimbang untuk anak pada kelompok usia ini harus memperhitungkan kondisi-kondisi tersebut diatas.
6. Gizi Seimbang untuk Remaja (10-19 tahun)
Kelompok ini adalah kelompok usia peralihan dari anak-anak menjadi remaja muda sampai dewasa. Kondisi penting yang berpengaruh terhadap kebutuhan zat gizi kelompok ini adalah pertumbuhan cepat memasuki usia pubertas, kebiasaan jajan, menstruasi dan perhatian terhadap penampilan fisik “Body image” pada remaja puteri. Dengan demikian perhitungan terhadap kebutuhan zat gizi pada kelompok ini harus memperhatikan kondisi-kondisi tersebut. Khusus pada remaja puteri, perhatian harus lebih ditekankan terhadap persiapan mereka sebelum menikah.
7. Gizi Seimbang untuk Dewasa
Perilaku konsumsi pangan bergizi seimbang dapat terganggu oleh pola kegiatan kelompok usia dewasa saat iniyaitu persaingan tenaga kerja yang ketat, ibu bekerja diluar rumah, tersedianya berbagai makanan siap saji dan siap olah, dan ketidak-tahuan tentang gizi menyebabkan keluarga dihadapkan pada pola kegiatan yang cenderung pasif atau “sedentary life”, waktu di rumah yang pendek terutama untuk ibu, dan konsumsi pangan yang tidak seimbang dan tidak higienis. Oleh karena itu, perhatian terhadap perilaku konsumsi pangan dengan gizi seimbang, termasuk kegiatan fisik yang memadai dan memonitor BB normal, perlu diperhatikan untuk mencapai pola hidup sehat, aktif dan produktif.
8. Gizi Seimbang untuk Usia Lanjut
Dengan bertambahnya usia, khususnya usia di atas 60 tahun, terjadi berbagai perubahan dalam tubuh yaitu mulai menurunnya fungsi berbagai organ dan jaringan tubuh, oleh karenanya berbagai permasalahan gizi dan kesehatan lebih sering muncul pada kelompok usia ini. Perubahan tersebut meliputi antara lain organ pengindra termasuk fungsi penciuman sehingga dapat menurunkan nafsu makan; melemahnya sistem organ pencernaan sehingga saluran pencernaan menjadi lebih sensitif terhadap makanan tertentu
dan mengalami sembelit; gangguan pada gigi sehingga mengganggu fungsi mengunyah; melemahnya kerja otot jantung; pada wanita memasuki masa menopause dengan berbagai akibatnya; dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan kelompok usia lanjut lebih rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk terlalu gemuk, terlalu kurus, penyakit hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, osteoporosis, osteoartritisdll. Oleh karena itu kebutuhan zat gizi pada kelompok usia lanjut agak berbeda pada kelompok dewasa, sehingga pola konsumsi agak berbeda, misalnya membatasi konsumsi gula, garam dan minyak, makanan berlemak dan tinggi purin. Mengonsumsi sayuran dan buahbuahan dalam jumlah yang cukup.
Baca Juga: Pedoman Gizi Seimbang Untuk Mencapai Indonesia Sehat